Akhirnya mereka berjalan-jalan dari satu tempat ke tempat lain, sampai keduanya tiba di sebuah persawahan, lalu Malaikat Maut berkata : “Wahai Idris, izinkanlah aku mengambil beberapa bulir tanaman ini untuk di makan”. Idris menjawab : “Subhanallah, kenapa engkau tidal makan makanan halal kemarin, pada hari ini justru engkau malah mengjendaki makanan dari barang yang haram”, sehingga keduanya berjalan lagi menuju tempat yang lain.
Dalam pengembaraan itu tidak terasa sudah empat hari, dan Nabi Idris mulai melihat tanda-tanda tidak beres pada orang yang menyertainya. Orang ini sifatnya berbeda dengan watak manusia biasa, lalu Nabi Idris bertanya : “Siapa engkau sebenarnya?”. Malaikat Maut menjawab : “Aku adalah Malaikat Maut”, Idris berkata lagi : “apakah engkau Malaikat yang mencabut nyawa?”, Malaikat menjawab : “Ya, akulah Malaikat yang mencabut nyawa”. Idris berkata : “Engkau selama empat hari berada di sisiku, bagaimana bisa mencabut nyawa seseorang?”. Malaikat menjawab : “Aku tetap bisa mencabut beberapa nyawa, seluruh nyawa para makhluk bagiku bagaikan hidangan (yang diletakkan di depanku), dan aku bisa memperoleh nyawa itu dengan mudah, sebagaimana engkau bisa memperoleh satu suapan (dari hidangan yang ada di depanmu)”. Idris bertanya lagi : “Wahai Malaikat Maut, apakah kedatanganmu ini statusnya sebagai kunjungan belaka atau untuk mencabut nyawa?”. Malaikat menjawab : “Kedatanganku hanya sebagai kunjungan belaka atas izin Allah ’Azza wa Jalla”. Kemudian Idris berkata : “Wahai Malaikat Maut, aku ingin ketika berada didekatmu agar engkau mau mencabut nyawaku (setelah aku mati) engkau berdo’a kepada Allah Ta’ala agar Dia menghidupkan akau lagi, sehingga aku bisa beribadah lagi setelah merasakan kematian”.
Mendengar permintaan itu, Malaikat berkata : “Aku tidak bisa mencabut nyawa seseorang kecuali dengan izin Allaj Ta’ala”. Kemudian Allah memberikan wahyu kepada Malaikat agar mencabut nyawanya Nabi Idris seketika itu juga”. Setelah memperoleh izin, maka Malaikat Maut melaksanakan permintaan Nabi Idris, yaitu mencabut nyawanya.
Ketika Nabi Idris sudah meninggal, Malaikat Maut menangis dengan merendahkan diri kepada Allah, memohon agar temannya, Nabi Idris dihidupkan kembali. Kemudian Allah mengabulkan permintaan Malaikat Maut.
Setelah Nabi Idris hidup kembali, kemudian Malaikat langsung merangkulnya seraya berkata : “Wahai saudaraku, bagaimana rasa panasnya mati?”. Idris menjawab : “Rasanya bagaikan binatang dikuliti atau di kupas kulitnya dalam keadaan hidup-hidup, dan masih lebih panas dan pedih kematian dengan kelipatan seribu kali”. Mendengar hal itu, Malaikat berkata : “Wahai Idris, aku mencabut nyawamu itu sangatlah pelan, dan belum pernah aku mencabut nyawa dengan cara sehalus ini kepada seorangpun selain kepadamu saja”. Kemudian Idris berkata : “Wahai Malaikat Maut, aku masih mempunyai hajat lain kepadamu. Aku ingin melihat neraka Jahanam. Setelah melihat siksa dan perkara menakutkan, aku ingin semakin tekun ibadah kepada Allah Ta’ala”. Lalu Malaikat berkata : “Bagaimana aku bisa pergi ke neraka Jahanam, tanpa ada perintah dari Allaj Ta’ala?”. Selanjutnya Allah memberikan wahyu, agar dia pergi ke neraka Jahanam bersama Idris.